Today News
Selasa, 17 Maret 2009
Antimikroba
Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia.
Antimikroba dibedakan berdasarkan:
• Sifat toksisitas
Bakteriostatik
Bakterisid
• Spektrum
Sempit
Luas
• Mekanisme kerja
Mengganggu metabolisme sel
Menghambat sintesis DNA sel
Menghambat sintesis protein sel
Menghambat sintesis dinding sel
Mengubah permeabilitas dinding
Sedangkan resistensi dapat dibagi berdasarkan:
• genetik
mutasi spontan
Transformasi
Transduksi (+ bakteriofag)
Konyugasi (+ plasmid: RTF dan unit-r)
• non genetik : istirahat / tak aktif
• silang
Efek samping dapat berupa mekanisme:
• Alergi
• Idiosinkrasi
• Toksisitas
• Superinfeksi
Sebab kegagalan terapi oleh karena:
• Dosis kurang
• Masa terapi kurang
• Adanya faktor mekanik
• Kesalahan diagnosis etiologis
• Faktor farmakokinetik
• Pilihan antimikroba kurang tepat
• Faktor imun pasien
Prinsip pengobatan dengan antimikroba:
• Antimikroba berfungsi sebenarnya menyingkatkan waktu proses penyembuhan oleh pasien itu sendiri
• Pemilihan antimikroba yang ideal adalah sesuai uji kultur dan sensitivitas, namun hal ini sulit diterapkan dalam klinis sehari-hari, karena itu jika tidak bisa, pemilihan didasarkan atas data empirik dan perkiraan klinis
Indikasi penggunaan kombinasi:
• Infeksi campuran
• Infeksi berat yang etiologinya belum jelas
• Efek sinergisme
• Memperlambat timbulnya resistensi
Pembagian antimikroba sesuai mekanisme kerjanya, sesuai klasifikasi di MIMS:
a. Aminoglycosides
b. Cephalosporins
c. Chloramphenicols
d. Macrolides
e. Penicillins
f. Other Beta-lactams
g. Quinolones
h. Tetracyclines
i. Antibacterial Combinations
+ Sulphonamides (chemoth/)
Jadi:
Merah : Menyintesis protein
Hijau : Menyintesis DNA
Biru : Menyintesis dinding sel
Orange : Memetabolisme
Kemoterapi adalah tindakan/terapi pemberian senyawa kimia (obat) untuk mengurangi, menghilnagkan atau menghambat pertumbuhan parasit atau mikroba di tubuh hospes (pasien).
Penggolongan antimikroba dan kemoterapi
Kemoterapi dan antimikroba lain dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Antimikroba untuk tuberkulosa / obat tb
2. Antimikroba untuk virus/ anti virus
3. Kemoterapi untuk kanker/ obat kanker
4. Kemoterapi golongan antiamuba
Berdasarkan tempat kerjanya, antiamuba yang dipasarkan di Indonesia adalah antiamuba yang bekerja pada lumen usus dan jaringan yaitu metronidazol dan turunannya.
5. Kemoterapi golongan antelmintik / obat cacing
Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh.
Kebanyakan obat cacing efektif terhadap satu macam kelompok cacing, sehingga diperlukan diagnosis dengan menemukan cacing, telur cacing dan larva dalam tinja, urin, sputum, darah atau jaringan lain penderita.
Kebanyak obat cacing diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan.
6. Kemoterapi golongan antimalaria / obat malaria
Secara klinis ada tiga macam penyakit malaria. Malaria tropika yang disebabkan oleh P.falciparum yang cenderung menjadi akut, tetapi bila cepat diobati, hasil pengobatannya memuaskan.
Malaria tersiana yang disebabkan oleh P. vivax, yang cenderung menjadi kronis. Dan malaria kuartana yang disebabkan oleh P.malaria dan terdapat banyak di Afrika.
7. Kemoterapi golongan antifungal / obat jamur
Secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistemik/dalam tubuh dan infeksi jamur topikal/kulit. Akan tetapi dalam pengobatannya, ada obat jamur bisa digunakan baik sistemik maupun kulit.
8. Kemoterapi golongan filarisida
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid.
Pemusnahan mikroba dengan antimikroba yang bersifat bakteriostatik masih tergantung dari kesanggupan reaksi daya tahan tubuh hospes/pasien. Peranan lamanya kontak antara mikroba dengan antimikroba dalam kadar efektif juga sangat menentukan untuk mendapatkan efeknya, khususnya pada tuberkulosa.
Kemoterapi tidak dibatasi dengan penggunaan satu obat. Biasanya kemoterapi berupa kombinasi dari obat yang bekerja bersama khususnya untuk membunuh sel kanker.
Mengkombinasikan obat yang memiliki mekanisme aksi yang berbeda saat di dalam sel dapat meningkatkan pengrusakan dari sel kanker dan mungkin dapat menurunkan resiko perkembangan kanker yang resisten terhadap salah satu jenis obat.
Referensi :
www.unair.ac.id
www.poultryindonesia.com
Senin, 16 Maret 2009
Prospek Embrio Transfer di Masa Depan
pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta canggih. Salah satunya embrio tran ini.
Paradigma baru pembangunan bidang peternakan adalah menonjolkan visi bagi terwujudnya masyarakat yang sehat, produktif, kreatif melalui pembangunan peternakan yang tangguh serta berbasis sumberdaya lokal. Untuk mendukung keadaan tersebut perlu dilakukan langkah-langkah dan kebijakan yang nyata antara lain melakukan terobosan aplikasi teknologi reproduksi ternak. Lebih substansial lagi terobosan itu bertujuan untuk meningkatkan populasi, produktivitas, kualitas serta pembenahan kelembagaan terkait. Relevansi dari kebijakan itu hendaknya secara teknis dapat dimanifestasikan sebaik-baiknya kedalam program-program dilapangan yakni program pengembangan reproduksi dan perbibitan ternak melalui pemurnian, persilangan, penciptaan dan pelepasan bibit, pengembangan kawasan pembibitan, desentralisasi progran inseminasi buatan dan introduksi teknologi baru bidang reproduksi ternak.
Peningkatan populasi dan mutu ternak sapi (potong dan perah), kerbau, kuda, kambing, domba, babi kuda dan unggas merupakan harapan-harapan yang dinanti oleh petani ternak. Keadaan ini berkaitan untuk mengantisipasi semakin meningkat- nya konsumsi produk hasil ternak utamanya daging, susu, telur, kulit dari tahun ke tahun.
Dimana embrio transfer ini merupakan teknologi menanam embrio unggul pada hewan betina resipien sebagai induk pengganti, dan embrio unggul itu sendiri didapatkan dari hewan donor maupun hasil fertilisasi in vitro tanpa atau dengan kolaborasi dengan teknologi terkait lainnya.
Sebagai generasi kedua teknologi reproduksi setelah inseminasi buatan, embrio transfer diyakini memeliki beberapa keunggulan, diantaranya dapat digunakan untuk optimalisasi betina unggul sebagai sumber bibit, peningkatan mutu genetis populasi dari hewan ternak itu seniri, peanganan infertilitas, induksi kembar, ekspor/impor materi genetis dan pengawetan plasma nutfah (DNA)
Hal ini terdengar sangat ironis sekali jika Indonesia kekurangan suplai bahan pangan mengingat Indonesia dikenal memiliki tanah yang subur dan sangat cocok untuk bertani dan berternak, "Sehingga dengan teknologi embrio transfer ini dapat memecahkan masalah embrio transfer yang dilakukan di Indonesia sendiri, dapat menjaga dari masuknya bibit penyakit hewan ternak melalui penularan virus atau bakteri yang terkandung dalam hewan ternak untuk sengaja diimpor ke Indonesia dari luar negeri. "Semua ini harus didukung penemuan-penemuan baru di bidang biologi molekuler dan bioteknologi", tegas Mahaputra, supaya teknik budidaya hewan ternak melalui embrio transfer ini mampu memberikan solusi atas kurangnya suplai protein hewani.
Penyediaan bibit unggul (Foundation Stock) berkualitas merupakan salah satu alasan dikembangkannya teknik transfer embrio terutama pada ternak sapi di Indonesia, yaitu dengan didirikannya Balai Embrio Ternak di Cipelang Bogor pada tahun 1994. Transfer Embrio merupakan salah satu aplikasi bioteknologi reproduksi yang perkembangannya cukup pesat dalam dua dekade terakhir. Transfer embrio merupakan generasi kedua setelah Inseminasi Buatan (IB) dalam pengembangan teknik reproduksi ternak. Dengan Transfer Embrio diharapkan memperoleh keturunan yang memiliki sifat-sifat unggul baik dari induk maupun pejantannya. Disamping itu dengan teknik TE bibit unggul dapat disediakan dalam waktu relatif singkat sedangkan dengan teknik IB membutuhkan waktu relatif sangat lama.
Secara teoritis program TE ini sangat menjanjikan karena seekor betina donor embrio dapat menghasilkan kurang lebih 20 ekor pedet kualitas unggul per tahunnya.Masih rendahnya kelahiran pedet hasil TE membuktikan bahwa perkembangan TE di negara kita masih lamban. Banyak faktor yang mempengaruhi antara lain ketersediaan embrio (beku atau segar), biaya operasional TE yang tinggi (sekitar Rp 500 s/d Rp 600 ribu rupiah untuk transfer sebuah embrio), kelembagaan yang belum mantap, tenaga ahli masih sedikit, peralatan TE yang terbatas, dll.Program TE adalah serangkaian proses yang berawal dari penyediaan embrio unggul suatu ternak sampai dengan mendeposisikan embrio tersebut pada uterus. Koleksi dan penempatan embrio pada saluran organ reproduksi betina (kornua uteri) dapat dilakukan dengan tanpa operasi/non surgical ataupun dengan operasi/ surgical. Pada umumnya pelaksanaan transfer embrio tanpa operasi dilakukan pada hewan-hewan besar (sapi, kerbau) sebaliknya transfer embrio pada hewan-hewan kecil (kambing, domba, kelinci) dilakukan dengan operasi.
Untuk mencukupi kebutuhan produk-produk asal ternak saat ini dan masa yang akan datang, upaya peningkatan populasi ternak harus mendapatkan perhatian. Introduksi teknologi terkait segera dilaksanakan bersama-sama oleh lembaga teknis/ pemerintah, perguruan tinggi, kalangan swasta agar secepatnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pengguna (mis: petani-peternak, perusahaan dll).
Referensi :
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/download/sapipotong/sapo04-17.pdf
http://www.karyanet.com.my/knet/index.php?bidang_A=&bidang_B=
http://www.iptekda.lipi.go.id/root/files/Buletin_Vol1no3.pdf
Penyakit Viral Pada Sapi
Penyakit yg disebabkan virus golongan Retrovirus, menyerang sapi (terutama sapi bali) berumur > 1 thn. Sapi paling rentan umur 3-4 thn. Morbiditas s.d. 60%. Mortalitas 10% s.d. 40 %. Masa inkubasi 5-12 hari. Penularan secara mekanis, atau vektor serangga penghisap darah.
Gejala;
- Demam tinggi, 40-42 OC selama 5-7 hari, disertai kepincangan dan pembengkakan zona koronaria.
- lesu, nafsu makan hilang
- ingus berlebihan (serous=>mucous), lakrimasi, dan hipersalivasi
- pembengkakan kel. limfe prescapularis, prefemoralis, parotidea. Dpt sebesar kepalan tangan orang dewasa.
- ¼ penderita perdarahan & erosi lubang hidung, lidah dan rongga mulut.
- “Berkeringat darah” ketika & stlh demam, pd bagian punggung, pinggul, skrotum, perut.
- Perdarahan ekstensif di bawah kulit.
- Konstipasi saat demam, kmdn diare. Feses dpt bercampur drh, segar atau bekuan.
- Kadang-kadang hematuria,& perdarahan selaput lendir alat kelamin, dan mata.
Patologi klinis;
- anemia, leukosit turun sampai 2000/ml saat demam tinggi. Eosinofil dan trombosit hilang dari peredaran, limfosit abnormal berukuran besar dan bervakuola.
Patologi anatomis;
- Pembesaran kel. limfe.
- Pembesaran limpa sampai 4 x. Tepi tumpul.
- Hiperemi mukosa saluran pencernaan.
Pencegahan dengan vaksinasi
Pengobatan;
Belum ada. Pemberian antibiotik untuk infeksi sekunder. Pemberian roboransia dan cairan elektrolit cukup bermanfaat.
Spesimen lab.;
- darah dalam antikoagulan.
- Jaringan limpa dlm media transport.
- Serum.
- Jaringan limpa, paru, otak, limfe, dlm formalin.
2. Demam Tiga Hari (Bovine Ephemeral Fever)
Disebabkan virus dari golongan Rhabdovirus. Morbiditas s.d. 40%, mortalitas 1-2 %. Menyerang sapi dan kerbau (gejala ringan). Masa inkubasi 7 -10 hari. Penularan melalui vektor nyamuk Culex, Aedes maupun Culicoides.
Gejala;
- demam tinggi 41OC selama 3 hari.
- Lesu, nafsu makan hilang.
- Konstipasi saat demam, dpt berlanjut dgn diare.
- Sendi kaki membengkak, shg hewan pincang atau gemetaran, kemudian tidak sanggup berdiri.
- Hewan akan sembuh dlm waktu 5-7 hari sejak muncul gejala klinis.
Patologi anatomi;
- kel. limfe membengkak dan edematus.
- Ptechie mukosa abomasum dan doudenum.
- Cairan serofibrinus/edematus dan ptechie pd sendi kaki.
Pengobatan;
Belum ada. Pemberian antibiotik untuk infeksi sekunder. Pemberian roboransia untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Spesimen lab.;
- darah dengan antikoagulan
- serum.
3. Ingusan = malignant catarrhal fever = coryza ganggrenosa bovum
Disebabkan virus dari golongan herpesvirus. Masa inkubasi 2 minggu s.d. 10 bulan. Sapi bali, kerbau dan rusa sangat peka. Morbiditas rendah < 10 %, mortalitas s.d. 100%. Reservoir, domba. Ada 4 bentuk; perakut, intestinal, ringan, serta bentuk kepala dan mata.
Gejala;
Bentuk perakut; peradangan mukosa mulut dan hidung.
Bentuk Intestinal;
- demam s.d. 41OC
- mukosa mata dan hidung kongesti.
- Dari mata dan hidung keluar cairan mukopurulen.
- Kel. Limfe superfisial membengkak.
- Kadang-kadang diare.
Bentuk ringan; gejala klinis hampir tak teramati.
Bentuk kepala dan mata;
- demam s.d. 42OC
- dari hidung leleran encer, kemudian mucopurulen dan berbau busuk.
- Cermin hidung kering, mukosa erosi.
- Mata konjunctivitis dan keratitis.
- Hiperemi mukosa mulut.
- Erosi/ulcer lidah, gusi, langit-langit dan bantalan gigi.
Patologi anatomi;
- nekrosis, ulcer dan ptechie saluran pencernaan.
- Hati bengkak, bercak putih pada permukaan.
- Kel. Limfe edema, kongesti dan perdarahan.
- Ptechie pd. limfa, jantung, ginjal, kandung kemih dan otak.
- Pneumonia.
Pengobatan; tidak ada.
Pencegahan; hindari penggembalaan sapi/kerbau dekat dengan reservoir (domba).
PENYAKIT-PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS
1. New Castle Disease = ND = tetelo
Merupakan penyakit menular yang menyerang ayam, kalkun dan unggas lainnya. Semua umur ayam dapat terserang penyakit ini. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia dan sangat merugikan peternak-peternak ayam. Angka kematian cukup tinggi, bisa mencapai 90%, penularannya sangat cepat. Penyebabnya adalah virus yang tergolong dalam kelompok paramixovirus.
Penularan penyakit:
- lewat udara
- lewat burung-burung atau unggas yang tertular penyakit, misalnya burung gereja, glatik, angsa, bebek, dll.
- Kontak langsung dengan ayam-ayam yang sakit.
- Lewat orang (karyawan/tamu) yang kontak langsung dengan ayam-ayam yang sakit.
- Lewat alat-alat peternakan yang tercemar.
- Dll.
Gejala penyakit:
Berdasarkan gejala klinisnya penyakit ND dikelompokkan menjadi 4 bentuk, yaitu velogenik, mesogenik, lentogenik, dan asymptomatis.
Bentuk velogenik
Bentuk ini sangat ganas. Ayam dapat mati mendadak tanpa menunjukkan gejala-gejala sebelumnya. Pada permulaan penyakit terjadi mencret terus-menerus yang berwarna kehijauan atau kekuningan, kadang-kadang disertai darah. Ayam cepat mengalami dehidrasi. Ayam terlihat lemah, sulit bernafas, bernafas lewat paruh, ngorok, batuk, tembolok membesar berisi air dan gas. Paruh dan hidung berlendir, mata berair, wajah kadang-kadang membengkak, jengger/pial kebiruan. Kematian pada bentuk ini bisa mencapai 90-100 %. Bila ayam dapat bertahan pada fase tersebut di atas, maka penyakit ini berlanjut menyerang sistem saraf. Ayam akan kehilangan keseimbangan sehingga jalannya tidak teratur, berputar-putar mundur, gemetar, kelumpuhan sayam dan kaki, kepala berputar-putar. Pada ayam petelur dewasa akan terjadi penurunan produksi secara drastis atau akan berhenti sama sekali serta ditemukan telur-telur yang kerabangnya lunak/tipis.
Bentuk mesogenik
Bentuk ini kurang ganas bila dibandingkan dengan bentuk velogenik. Nafsu makan menurun, batuk, pernafasan megap-megap, mencret dan terdapat penurunan produksi telur pada ayam petelur dewasa. Gejala saraf baru muncul 2 minggu kemudian setelah tanda-tanda tersebut di atas. Kematian pada ayam dewasa dapat mencapai 5-50%, sedangkan pada anak ayam dapat mencapai lebih dari 50%.
Bentuk lentogenik
Pada bentuk ini terlihat gejala-gejala pernafasan yang sifatnya ringan. Pada ayam petelur dewasa terjadi penurunan produksi telur secara tiba-tiba dan akan kembali normal setelah sembuh. Nafsu makan turun disertai batuk yang sifatnya ringan, mungkin terdengar pada waktu malam hari. Pada bentuk ini tidak terlihat gejala-gejala syaraf. Angka kematian pada ayam dewasa rendah sedangkan pada ayam agak tinggi.
Bentuk asymptomatis
Pada bentuk ini tidak terlihat gejala-gejala penyakit. Bentuk ini hanya dapat diketahui secara laboratorium dengan test serologis atau isolasi virus.
Bedah bangkai:
Bentuk velogenik
Perdarahan dan bendung darah pada organ-organ visceral/jeroan. Bintik-bintik darah pada perbatasan proventriculus/lambung kelenjar gizzard/ ampela. Luka berdarah seperti keropeng pada payer patch dan pada percabangan usus buntu-usus besar) caecal tonsil). Adanya peradangan pada trachea, otak.
Bentuk mesogenik:
Bintik-bintik darah pada selaput lendir perbatasan proventriculus dengan ventriculus kadang-kadang pada usus halus. Lendir dijumpai pada hidung, larynx, dan trachea. Adanya perdarahan pada trachea.
Bentuk lentogenik:
Adanya peradangan trachea yang sifatnya ringan.
Terjangkitnya wabah penyakit ND di suatu peternakan bisa disebabkan antara lain:
- Kelalaian program vaksinasi
- Mutu penyimpanan vaksin dipakai kurang baik
- Cara penyimpanan vaksin kurang baik
- Sifat virusnya ganas
- Titer antibodi di dalam tubuh ayam rendah
- Dll.
Pencegahan penyakit:
- lakukan vaksinasi secara teratur
- sanitasi ketat
- biosecurity
Pengobatan
- Tidak ada obatnya
- Segera lakukan revaksinasi pada flock yang belum terinfeksi
- Untuk infeksi sekundernya dapat diberikan antibiotika dan vitamin dosis tinggi.
- Lakukan penyemprotan kandang dengan desinfektan.
Penyakit ND harus dibedakan dengan:
- Kekurangan vitamin E pada anak ayam yang disebut crazy chick disease, dengan gejala berputar-putar
- Avian encephalomyelitis pada anak ayam berumur 1-3 minggu. Penyakit ini disebabkan virus dengan gejala seperti: kehilangan keseimbangan, kepala gemetar.
- Marek, dengan gejala kelumpuhan kaki atau sayap.
- Keracunan, terjadi kelumpuhan leher, sayap dan kaki. Ayam terlihat lesu dan lemah.
- Snot, terjadi kebengkakan sekitar mata.
2. Fowl fox = cacar unggas
Penyakit ini menyerang unggas, baik umur muda maupun tua.
Penularan penyakit:
- Secara mekanik melalui kulit atau selaput lendir yang luka.
- Melalui nyamuk atau serangga penghisap darah.
Gejala penyakit:
Ada dua bentuk fowl fox yaitu:
- bentuk kulit
- bentuk basah/diphteric
Pada bentuk kulit terlihat keropeng-keropeng pada kulit yang tidak berbulu, misalnya pial, jengger, sekitar mata, hidung, dll. Pada bentuk basah terlihat selaput diphteric dalam rongga mulut dan alat pernafasan, berupa selaput tebal berwarna kuning seperti keju. Pada kejadian ini memungkinkan terjadinya infeksi sekunder. Pada ayam petelur, terjadi penurunan produksi.
Pencegahan:
- vaksinasi cacar dengan cara menggores kulit, cara wing web (menusuk kulit pada lapisan sayap)
- sanitasi yang ketat.
Pengobatan:
- tidak ada pengobatan yang spesifik
- keropeng-keropeng cacar diolesi dengan yodium tincture, sedangkan keropeng-keropeng dekat mata diolesi dengan methylen blue.
- Selaput diphteric dalam rongga mulut dikerok, lalu diolesi dengna jod-glycerin.
3. ILT = infectious laryngotracheitis
ILT merupakan penyakit pernafasan yang bersifat akut dan sangat menular serta menyerang ayam dewasa. Penyakit ini disebabkan oleh herpes virus.
Penularan penyakit:
- melalui udara
- kontak langsung dengan ayam sakit
- secara mekanis melalui peralatan kandang, litter yang tercemar.
- Melalui vektor penyakit seperti tikus, operastor kandang.
- Melalui carrier.
Gejala penyakit
Masa inkubasi penyakit ini antara 6-12 hari. Cara bernafas ayam yang terkena ILT ini khas, yaitu pada waktu menghirup nafas leher diluruskan sambil mata tertutup dan paruh terbuka, nafas terengah-engah dan terdengar suara ngorok. Selanjutnya pada waktu menghembuskan nafas, leher diturunkan ke posisi normal sambil mata terbuka. Ayam terlihat sesak nafasnya, terdengar batuk disertai keluarnya darah dari mulutnya. Di sekitar pakan atau minum akan terlihat ada percikan-percikan darah. Angka kematian sekitar 10-20%, bahkan bisa mencapai 70%, bila ada infeksi sekunder.
Bedah bangkai;
Pada awal infeksi, terlihat trachea dan larynx berlendir yang akan berkembang menjadi peradangan sehingga terlihat adanya lendir berdarah pada trachea dan larynx. Adanya perkejuan di dalam larynx.
Pencegahan;
- vaksinasi ILT.
- Sanitasi yang ketat
- Ayam yang sembuh dijual sebelum stock baru masuk, selanjutnya kandang serta perlengkapannya didesinfektan terlebih dahulu.
4. IB = infectious bronchitis
IB merupakan penyakit pernafasan akut dan sangat menular serta menyerang ayam semua umur, tetapi paling sering menyerang anak ayam. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan hanya berbahaya bagi ayam. Disebabkan oleh kelompok corona virus.
Penularan penyakit:
Penularan penyakit ini sangat cepat, yaitu melalui:
- udara
- kontak langsung dengan ayam
- operator kandang
- alat-alat peternakan, sepatu kandang yang tercemar.
- Dll.
Gejala penyakit
Gejala yang tampak adalah bersin-bersin, keluarnya cairan hidung, megap-megap, ngorok, batuk, mata berair. Tanda-tanda ini jelas terdengar pada waktu malam hari atau pagi hari. Ayam terhambat pertumbuhannya dan FCR nya jelek. Kadang-kadang ginjal terserang (uraemia), sehingga kotoran mencret berwarna putih dan mengakibatkan litter menjadi basah. Mortalitas dapat mencapai 15%. Pada ayam petelur dewasa, produksi telur umumnya menurun selama beberapa minggu, bentuk telur menjadi abnormal dan kualitas putih telur menjadi encer.
Bedah bangkai;
Ayam yang mati dalam waktu 4-5 hari setelah infeksi terlihat mengalami dehidrasi (kehilangan cairan tubuh). Ginjal terlihat pucat dan membengkak, bisa 2-3 kali besar normal. Tubuli gainja dan ureter terlihat membesar dan berisi asam urat yang berwarna putih. Pada kasus yang ekstrem, terlihat penumpukan asam urat pada percardium, peritonium dan di bawah kulit. Di dalam saluran pernafasan terdapat lendir dan adanya keradangan lendir lebih sering ditemukan pada trachea bagian bawah. Kadang-kadang dekat bronchi ditemukan adanya gumpalan perkejuan. Paru-paru mengalami keradangan. Pada ayam petelur dewasa, kemungkinanan ditemukannya follicle telur yang rusak, adanya kerusakan yang permanen pada tuba fallopii.
Pencegahan:
- vaksinasi
- sanitasi yang ketat
- tatalaksana pemeliharaan yang baik
Pengobatan
- tidak ada pengobatan yang spesifik
- pemberian vitamin dan mineral
- pemanasan anak ayam yang cukup dan jangan over crowded
- pemberian antibiotika yang berspektrum luas untuk infeksi sekunder.
5. Marek
Penyakit ini menyerang ayam pada semua umur, tetapi umumnya pada umur muda, sekitar 2-5 bulan. Penyakit ini disebabkan oleh herpes virus. Kepekaan ayam terhadap penyakit ini tergantung pada umur, faktor genetik, jenis kelamin, strain virus serta banyaknya virus yang masuk ke dalam tubuh ayam.
Penularan penyakit
- melalui udara
- melalui bulu dan kotoran ayam yang sakit.
- Melalui litter, alat-alat perkandangan yang tercemar
- Melalui carrier.
Gejala penyakit
Penyakit ini ada 4 bentuk, yakni:
- bentuk saraf
- bentuk visceral
- bentuk kulit
- bentuk mata
yang paling sering trerjadi adalah bentuk visceral. Ayam yang terkena penyakit ini terlihat kurus.
Bentuk syaraf
Adanya kelumpuhan pada sayap, kaki, leher. Sifat khas dari ayam yang mengalami kelumpuhan pada kaki adalah posisi kaki yang satu di depan sedangkan kaki yang lain berada di belakang. Apabila syaraf leher yang terkena maka akan timbul gejala torticolis.
Bentuk visceral
Apabila paru-paru ayam terkena maka timbul kesulitan bernafas (megap-megap).
Bentuk kulit
Apabila ayam terserang bentuk ini maka bulu mudah rontok serta adanya benjolan-benjolan di kulit pada pangkal bulunya.
Bentuk mata
Ayam akan mengalami kebutaan. Iris mata berwarna kebiruan atau putih keabuan karena mengalami depigmentasi (hilangnya pigmen). Pupil mata tidak terlihat lagi.
Bedah bangkai:
Pada bentuk syaraf akan terlihat syaraf sayap (nervus brachialis) dan syaraf paha (nervus ischiadicus) membengkak, asymetri, garis-garis melintang pada syaraf menghilang, berwarna abu-abu/kuning.
Pada bentuk visceral akan terlihat benjolan-benjolan atau tumor pada jantung, paru-paru, hati, limpa, ginjal, ovarium (indung telur), otot daging, proventriculus (lambung kelenjar) dll.
Pada bentuk kulit akan terlihat follicle bulu membesar.
Pencegahan:
- vaksinasi pada anak ayam yang baru menetas. Biasanya telah dilakukan oleh pihak breeding farm.
- Isolasi ayam yang sakit.
- Sanitasi yang ketat.
Pengobatan
Tidak ada obatnya
6. Lymphoid leukosis = big liver desease
Penyakit ini disebabkan oleh sarcoma virus, yaitu virus yang membentuk tumor-tumor di dalam tubuh. Penyakit ini mirip dengan penyakit marek, hanya biasanya yang terserang umur dewasa atau menjelang dewasa.
Penularan penyakit
- secara vertical atau secara genetik
- secara horizontal, melalui kontak langsung dengan ayam sakit atau melalui peralatan kandang yang tercemar.
Gejala penyakit
Gejala penyakit yang timbul tidak spesifik. Masa inkubasi penyakit ini 4 bulan atau lebih. Jengger ayam terlihat pucat, mengkerut dan berwarna kebiruan. Ayam terlihat lesu, lemah, pucat dan sangat kurus, berak hijau, perut terlihat membesar. Kadang-kadang ayam mati tanpa menunjukkan gejala-gejala tersebut di atas. Mortalitas antara 5-15 %.
Bedah bangkai
Hati terlihat membesar, hampir 2-3 kali besar normal, dan penuh dengan tumor-tumor yang ukurannya bervariasi dari yang 1 mm sampai ukuran 1 cm. Tumor-tumor juga dapat ditemukan pada limpa, bursa fabricius. Tumor-tumor tersebut berwarna putih, kuning kecoklatan, mengkilap. Pada bentuk yang menyeluruh maka alat-alat tubuh secara merata membesar dan berwarna agak keabu-abuan dan biasanya sangat rapuh tetapi kadang-kadang hati terasa padat, berjaringan ikat dan seperti berpasir.
Pencegahan
- pakailah ayam dari genetik/strain yang tahan terhadap penyakit ini.
- sanitasi yang ketat.
- Tata laksana pemeliharaan yang benar dan baik.
- Sampai saat ini belum ada pencegahan dengan cara vaksinasi.
Pengobatan
Tidak ada obatnya
7. IBD = infectious bursal disease = gumboro = delaware disease
Gumboro merupakan suatu penyakit menular pada anak ayam dan ayam muda. Bagian tubuh ayam yang disrang adalah bursa fabricius, yaitu suatu kelenjar di daerah dorsal kloaca yang berperan sebagai pusat pertahanan tubuh di waktu ayam masih muda. Penyakit ini pertama kali diketemukan di kota Gumboro, negara bagian Delaware, Amerika Serikat pada tahun 1950. selanjutnya penyakit ini menyebar ke negara-negara Eropa, Asia dan Afrika. Di Indonesia penyakit ini pertama kali diketemukan secara serologis pada tahun 1974, kemudian muncul wabah pada tahun 1991.
Penyakit ini disebabkan oleh virus jenis RNA (reo virus), yang sangat stabil dan resisten oleh berbagai macam antiseptik maupun desinfektan. Virus Gumboro hanya peka terhadap formalin, iodoform, dan preparat khloramin. Gumboro menyebabkan kerusakan sistem pertahanan tubuh (immunosuppresif).
Penularan penyakit:
Pada umumnya penyakit gumboro ditularkan secara horizontal, yaitu penularan melalui alat-alat kandang maupun pakan dan air minum yang tercemar oleh virus gumboro. Alat-alat transportasi yang berhubungan dengan pakan ayam, telur, DOC, maupun ayam dewasa yang tercemar merupakan sumber penularan. Orang yang keluar masuk secara bebas ke dalam kandang juga potensial sebagai sumber penularan. Biasanya ayam yang sudah sembuh dari penyakit Gumboro sudah tidak mengandung virus lagi, sehingga ayam yang sudah sembuh dari sakit tidak merupakan carrier.
Gejala penyakit:
Ayam yang peka terhadap virus Gumboro berumur antara 2-6 minggu. Kejadian yang paling sering pada ayam pedaging pada umur 24-36 hari, sedangkan pada ayam petelur pada umur 30-45 hari. Berdasarkan atas virulensi virus gumboro yang menyerang ayam maka gejalanya digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu:
1. Penyakit Gumboro subklininis:
Biasanya terjadi pada ayam yang berumur kurang dari 3 minggu dengan atau tanpa menunjukkan gejala klinis. Tetapi di dalam tubuh ayam sudah terjadi proses perusakan pada bursa fabricius yang merupakan pusat pertahanan tubuh anak ayam, sehingga anak ayam akan sangat mudah terinfeksi oleh penyakit lain.
2. Penyakit Gumboro klinis:
Umumnya trjadi pada anak ayam setelah berumur 3 minggu. Dimulai dengan ayam lemah, temperatur tubuhnya sangat tinggi. Diare encer berwarna putih, kadang-kadang bercampur darah, anak ayam merejan, bulu di sekitar dubur menjadi kotor. Ayam sering mematuki di daerah duburnya sendiri hingga berdarah. Ayam gemetar, tidak mau makan dan banyak minum. Karena temperatur tubuhnya sangat tinggi, maka ayam terlihat sangat stress berat, kepala terkulai, ayam jongkok seakan akan lumpuh pada kedua tungkainya. Mrbiditas daapt mencapai 100%, sedangkan mortalisnya dapat mencapai 20 % tanpa disertai infeksi sekunder. Kejadian penyakit ini berlangsung sangat singkat, yaitu 5-8 hari.
Bedah bangkai
Adanya perdarahan berupa garis-garis merah pada otot dada, paha. Bursa fabricius membesar, oedem dan terdapat perkejuan. Kadang-kadang bursa berdarah, berwarna merah kehitaman. Kebengkakan bursa mencapai ukuran maksimal pada hari ke-4, selanjutnya ukuran bursa mengecil sampai 1/3 nya pada hari ke-7-8. Ginjal membengkak dan banyak terdapat asam urat.
Pengobatan
Belum ada obat yang efektif.
Penangan ditujukan untuk mengurangi terjadinya dehidrasi akibat diare yang berat.
Untuk itu dapat diberikan minum air gula dalam konsentrasi 2%, atau dapat pula ditambahkan vitamin dan elektrolit ke dalam air minum. Selain itu diberikan antibiotika yang spektrumnya luas untuk mengatasi infeksi sekundernya. Karena penyakit ini berlangsung singkat, maka melakukan vaksinasi ulang nampaknya kurang bermanfaat. Lakukan penyemprotan di dalam kandang yang masih ada ayamnya secara terus menerus dengan disinfektan dari gologan Iod.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap penyakit gumboro diutamakan
1. Sanitasi kandang dan lingkungan yang ketat.
Sanitasi terhadap kandang bekas dibuat sedemikian rupa sehingga suasana di dalam kandang dan lingkungannya seakan-akan seperti kandang baru.
2. tindakan vaksinasi
disarankan untuk melakukan vaksinasi dengan program sesuai dengan kondisi setempat.
8. EDS = Egg Drop Syndrome
EDS adalah suatu penyakit pada ayam petelur yang ditandai dengan adanya penurunan kualitas dan produksi telur tanpa didahului dengan gejala penyakit yang khas. Virus ini sudah menyebar ke seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari golongan adeno virus. Virus ini mampu mengaglutinasi (menggumpalkan) sel darah merah pada ayam. Virus ini juga tahan terhadap ether, chloroform pada suhu 50 derajat celcius.
Penularan penyakit
Penularan EDS sangat dipengahuri oleh umur ayam. Biasanya ayam yang memasuki masa puncak produksi akan lebih peka dibanding dengan ayam yang lebih tua.
Gejala penyakit
Ayam yang terserang pada umumnya berumur 26-35 minggu, yaitu saat dimana ayam mencapai puncak produksi. Penurunan produksi sampai 50% dan berlangsung 6-7 minggu. Kulit telur menjadi gembur seperti tidak berkerabang. Kematian hampir tidak ada, ayam terlihat sehat-sehat, dan nafsu makan maupun minum tetap. Produksi akan pulih kembali secara perlahan-perlahan.
Bedah bangkai
Pada umumnya tidak menunjukkan perubahan. Mungkin di daerah indung telur terlihat pembendungan kapiler.
Diagnosa:
- berdasarkan gejala klinis
- Uji serologis yang meliputi HI test dan virus netralisasi test.
- Isolasi dan identifikasi virus.
Diagnosa banding
- Penyakit Infectious Bronchitis.
- Ayam muda yang baru berproduksi
- Ayam yang mengalami kekurangan calcium dalam waktu yang lama.
Pencegahan
- vaksinasi pada umur 2 minggu menjelang akan bertelur, dengan suntikan subkutan.
- Perhatikan sanitasi kandang dan lingkungan.
Vaksinasi ulang pada ayam yang terserang EDS kurang memberikan hasil yang memuaskan.
Pengobatan
Belum ada obatnya.
9. SHS = swollen head syndrome
SHS merupakan penyakit virus yang menyerang ayam dengan gejala kebengkakan di daerah kepala sehingga memberi kesan kepala membesar. Penyakit ini mirip dengan penyakit coryza, tetapi tidak sama. Penyakit ini disebabkan oleh avian pneumovirus yang termasuk dalam kelompok paramyxovirus dan seringkali bersamaan dengan infeksi E. coli.
Penularan penyakit:
Penyebaran penyakit ini cepat, morbiditas antara 5-40%. Penularan penyakit ini secara horizontal yaitu melalui:
- kontak langsung dengan ayam sakit.
- Udara
- Peralatan kandang, pakan, air minum yang tercemar.
Sedangkan penularan penyakit secara vertikal sampai saat ini belum ada laporan. Pernyebaran penyakit ini diperberat oleh kondisi lingkungan yang buruk, misalnya populasi terlalu padat, udara yang kotor, derajat kelembaban tinggi yang akan mengakibatkan konsentrasi amonniak meningkat serta akan diperberat lagi bila disertai infeksi E. coli.
Gejala penyakit:
Penyakit SHS biasanya menyerang ayamn pedanging yang berumur 3-6 minggu dan ayam petelur mulai umur starter sampai masa produksi. Penyakit ini diawali dengan bersin-bersin, mata berair, kelopak mata merah dan membengkak. Bentuk mata seperti kacang almond pada 1 mata atau pada ke 2 mata. Mata digosok-gosokkan pada sayapnya atau dengan kukunya.
Timbul pembengkakan di daerah kepala, mulai dari sekitar mata, kemudian melanjut ke daerah kepala bagian atas, terus ke jaringan intermandibula (rahang) dan pial. Kepala ditengadahkan ke atas (star gazing).
Ayam mengalami depresi, tidak mau bergerak dari tempatnya, kerdil. Mortalitas rendah bila tidak ada komplikasi dengan E. coli. Pada ayam yang sedang berproduksi, produksi telur turun antara 5-30%, daya tetas telur menurun.
Bedah bangkai
Timbulnya pembengkakan disertai akumulasi eksudat bernanah di bawah kulit kepala, sekitar mata, jaringan intermandibula dan pial. Adanya keradangan kelopak mata (conjunctive), perdarahan di celah langit-langit dan selaput lendir (mukosa) saluran pernafasan bagian atas. Ovarium tampak lebih pucat dan mudah pecah.
Diagnosa:
Diagnosa dapat ditetapkan dengan melihat gejala klinis dan perubahan pathology dari ayam yang terinfeksi. Untuk lebih memastikan penyebab penyakitnya dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan Test Elisa, Tes Netralisasi Serum.
Diagnosa banding
- coryza (snot)
- infectious bronchitis (IB)
- Chronic Respiratory Disease (CRD)
- New Castle Disease (ND)
Pencegahan
- vaksinasi
- sanitasi ketat
- tata laksana peternakan yang baik
- ventilasi kandang perlu diperhatikan
- chlorinasi air minum.
Pengobatan
Hanya ditujukan untuk mengobati infeksi sekunder yang menyertainya, khususnya terhadap E. coli.
Struktur Organel Sel
Struktur Organel Sel
Sel merupakan unit struktural dan fungsional makhluk hidup, sel mempunyai berbagai jenis dan bervariasi dalam ukuran dan fungsi khususnya. Tiap sel dikelilingi oleh membran tipis yang membuatnya terpisah sampai tingkat tertentu dan mampu mencukupi diri sendiri. Membran sel juga disebut dengan membran plasma. Yang mana fungsinya mengangkut nutrient dan garam yang dibutuhkan dalam sel, dan produk buangan dari sel keluar. Di dalam tiap sel juga terdapat sitoplasma yaitu tempat berlangsungnya semua reaksi enzimatis dari metabolisme sel. Di dalam sitoplasma sel terdapat ribosom yang berfungsi men-sintesa protein. Dan sel juga dilengkapi dengan lenti sel atau suatu badan seperti inti yang mana tempat terjadinya replikasi senyawa genetik dan penyimpan dalam bentuk asam Deoksiribonokleat (DNA).
Ciri ciri sel
Sel mempunyai ukuran yang relatif kecil, di dalam sel hidup setiap reaksi biokimia dalam suatu ruang dalam volume mikroskopik. Sel utuh sangat kecil dan tidak dapat berukuran lebih kecil lagi karena molekul pembangun yang menyusun senyawa organiknya mempunyai ukuran yang tetap, dan sel tersebut dibentuk dari atom-atom yang ukurannya juga kecil. Sel terbagi atas dua kelas yaitu prokariotis dan eukariotis.
Perbedaan sel prokariotis dengan eukariotis adalah pada ukurannya. Ukuran sel eukariotis lebih besar daripada prokariotis, serta sel eukariotis mengandung sejumlah organel internal ang dikellingi oleh membran, yaitu seperti monotokhoendria, reticulum endoplasma dan badan golgi
Struktur dan Peranan Sel
Adapun struktrur dan peranan bagian sel eurokariotik secara lebih rinci adalah :
1. Inti Sel
Inti sel merupakan struktur yang amat kompleks karena mengandung hampir semua DNA di dalamnya. Pada sel hewan dan tumbuhan, inti sel dikelilingi oleh selubung inti yang tersusun oleh dua membran ganda yang berdekatan yang dipisahkan oleh ruang sempit, pada tempat tertentu, ke dua membran ini menyatu di sekitar pori–pori inti dengan diameter kira-kira 90 nm. Didalam inti sel terdapat nukleus yang berwarna lebih tebal karena tingginya kandungan asam Ribonukleat (RNA). Inti sel merupakan pabrik RNA dan tempat berlangsungnya tahap awal sintesa ribosom. Bagian lain inti sel mengandung kromatin yang terdiri dari DNA, RNA dan sejumlah protein khusus serta tersebar acak di sekitar nucleus. Namun sebelum pembelahan sel, kromatin berkelompok membentuk butir- butir kromosom. Setelah mengalami replikasi, kromosom memisah menuju sel anak dalam proses mitosis setelah proses mitosis selesai kromotin menyebar kembali. Tiap spesies, sel eukariotis mempunyai jumlah kromosom yang khas. Pada sel somatik manusia terdapat 46 kromosom.
2. Mitokondria
Mitokondria merupakan organel yang nampak nyata pada sel eukariotis. Struktur ini bervariasi dalam bentuk ukuran, jumlah dan lokasinya, tergantung pada spesies sel. Diameternya kurang lebih 1 μm. Hampir sama dengan sel bakteri, dan pada sel sperma dan sel ragi mengandung hanya beberapa mitokondria berukuran besar sedangkan pada sel lain, misalnya sel telur, mengandung ribuan mitokondria. Terkadang mitokondria mempunyai cabang menembus volume sitoplasma yang besar membran sebelah dalam berlipat –lipat yang disebut krista. Dan bagian dalam mitokondria, diisi oleh suatu matrik yang mempunyai gel.
Mitokondria merupakan pabrik energi sel. Jadi, DNA mitokondria dan ribosomnya, mungkin secara evolusi diturunkan DNA dan ribosom bakteri penyerang yang berukuran lebih kecil.
3. renikulum endoplasmik
Di dalam sitoplasma hampir semua sel eukariotik, terdapat struktur tiga dimensi saluran membran berliku-liku yang amat kompleks, yaitu reticulum endoplasmik yang membentuk banyak lipatan dan belokan ke seluruh ruang sitoplasma. Ruangan di dalam reticulum endoplasmik di sebut sisterna (cisternae) yang befungsi sebagai saluran untuk mengatur berbagai produk keseluruh bagian sel, biasanya ke bagian luarnya. Akan tetapi dalam beberapa sel, sisterna berfungsi sebagai ruang penyimpan. Terdapat dua jenis reticulum endoplasmic, yakni kasar dan halus.
4. Badan golgi
Hampir semua sel prokariotik dilengkapi sekelompok kantung ( vesikel ) khas yang dikelilingi membran, disebut badan golgi. Badan golgi mempunyai bentuk yang berbeda pada jenis eukarotis yang berlainan, tetapi, struktur yang paling membedakan adalah bentuk susunan kantung kantung pipih, masing masing dikelilingi oleh membran tunggal. Badan golgi menerima produk sel tertentu dari reticulum endoplasmik dan membawa produk ini ke dalam kantung pembuangan yang akan meluruskan lintasannya menuju ke bagian luar membran plasma
Fungsinya :
1. Mengangkat dan mengubah secara kimia materi yang terdapat di dalamnya.
2. Menghasilkan lender-lendir lilin pada tumbuhan perca dan sekresi yang bersifat lengket.
3. Untuk transport lemak.
4. Sekresi protein, glikoprotein, karbohidrat dan lemak.
5. Membentuk lisosom.
6. Tempat pembentukan enzim-enzim pencernaan yang belum aktif (seperti zimogen dan koenzim).
5. Lisosom
Lisosom merupakan kantung atau gelembung bulat yang dikelilingi membran, dan berada didalam sitoplasma. Ukurannya bervariasi, tetapi biasanya tidak lebih besar dari mitokondria. Lisosom mengandung berbagai jenis enzim pencerna yakni, enzim yang menghidrolisa dengan memecahkan, protein sel, polisakarida, danlipid yang tidak di butuhkan lagi.karena enzim ini dapat membahayakan bagian sel yang lain.
Fungsinya :
a. Mencerna materi yang diambil secara endositisis.
b. Autofogi (penyingkiran stuktur yang tidak dikehendaki oleh sel).
c. Ekssitasi (pembebasan enzim di luar sel).
d. Autolisis (penghancuran diri sendiri).
6. Peroksisom
Juga dikenal sebagai mikrobodies berukuran besar dari lisosom, Hanya mempunyai membran tunggal bagian luar, dan mengandung banyak protein, umumnya dalam bentuk kristal.di dalam struktur ini terkumpul enzim yang membentuk dan menggunakan hidrogen peroksida yang sangat beracun terhadap kehidupan sel, diuraikan menjadi air dan oksigen oleh enzim di dalam peroksisom, yang disebut katalase.sehingga bagian sel lain dilindungi dari pengaruh perusakan peroksida.
7. Sentriol
Organel yang terdiri dari sepasang badan berbentuk tabung (silinder), berperan dalam proses pembelahan sel atau memproduksi sel.
8. Lisosom
Sentriol berfungsi sebagai pencerna materi yang diambil secara endositosis, autofogi yaitu penyingkiran struktur yang tidak dikehendaki oleh sel, eksositosi yaitu pembebasan enzim diluar sel, dan autolisis yaitu menghancurkan diri sendiri.
9. Vakuola
Vakuola adalah suatu rongga yang berisi cairan yang dikelilingi oleh membran selapis, vakuola sel hewan lebih sedikit dan kecil dibandingkan vakuola sel tumbuhan, berfungsi sebagai :
1. Memasukkan air untuk membangun turgor sel.
2. Adanya pigmen memberikan warna cerah pada bunga, buah, dan daun.
3. Vakuola mengandung enzim hidrolitik yang berperan sebagai lisosom sewaktu sel masih hidup.
4. Tempat penimbunan sisa-sisa metabolisme.
5. Tempat penyimpanan zat makanan.
Fungsi vakuola pada sel hewan adalah :
1. Vakuola kontraktif berperan menjaga tekanan osomotik sitoplasma.
2. Vakuola makanan berfungsi sebagai pencerna makanan.
Sel dikelilingi oleh membran plasma, mempunyai inti sel, sitoplasma, ribosom, badan golgi, reticulum endoplasma, mitokondria,sentriol, lisosom, peroksisom, dan vakuola. Sel terdiri dari 2 golongan, yakni prokariotik dan eukariotik. Pada sel eukariotik, ukurannya lebih besar, lebihbesar daripada sel prokariotik, dengan volume 1000-10.000 kali lebih besar. Selain itu, sel eukariotik juga mengandung organel yang dikelilingi membrane, diantaranya mitokondria, reticulum endoplasmic, lisosom, dan periksisom.
Mutasi Gen
Sejak kanker diketahui sebagai suatu penyakit genetik yang disebabkan oleh mutasi atau perubahan-perubahan lain pada gen, penggunaan teknik DNA rekombinan semakin sering digunakan dalam menghambat perkembangan penyakit tersebut. Salah satu metode yang sering dilakukan adalah pendekatan terapi gen.
Tidak selalu dengan cara memperbaiki gen-gen dalam sel tumor yang tak terkendali, tetapi lebih sering dengan cara mengantarkan suatu gen ke dalam sel tumor dan gen tersebut kemudian mematikan sel tumor. Beberapa gen yang dijuluki "gen pembunuh" dapat mengode protein-protein yang bersifat racun atau protein-protein yang dapat memblok suatu reaksi metabolik vital dalam sel tumor. Beberapa "gen pembunuh" juga dapat secara langsung menyebabkan disintesisnya produk-produk yang bisa menginfeksi berbagai proses lain dalam sel.
Salah satu dari banyak tantangan dalam pengembangan pendekatan DNA rekombinan adalah bagaimana mengantarkan "gen pembunuh" hanya ke dalam sel tumor dan tidak ke sel normal. Pengantaran yang selektif merupakan satu aspek teknik yang sulit dalam terapi gen. Terapi gen yang paling berhasil dilakukan adalah yang menggunakan pendekatan ex vivo (di luar organisme hidup), di mana sel dipindahkan dari tubuh, dimanipulasi, dan selanjutnya dikembalikan ke tubuh, tetapi pendekatan ex vivo tidak dapat digunakan pada sel tumor karena sel tumor tidak dapat dipindahkan secara total dari tubuh.
Walau demikian, suatu pendekatan in vivo (di dalam organisme hidup) yang menjanjikan telah berhasil dilakukan dalam mengatasi sel tumor, yaitu menggunakan gen virus Herpes simplex-timidin kinase (HSV-tk) sebagai "gen pembunuh". Gen tersebut diisolasi dari virus Herpes simplex, suatu virus penyebab penyakit herpes.
Tahap-tahap medis dalam terapi gen menggunakan gen HSV-tk untuk mematikan sel-sel glioblastoma multiform (suatu tumor otak), seperti yang diinformasikan Mayfield Clinic & Spine Institute Cincinnati Ohio (1998), secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Operasi pembuangan bagian tumor yang dapat dibuang dari otak,
2. Pemasukan sel penghasil vektor yang membawa "gen pembunuh (gen HSV-tk)" secara injeksi atau implantasi ke sisa tumor yang tidak dapat dibuang dari otak,
3. Pemulihan setelah operasi serta pemeriksaan hasil menggunakan Magnetic Resonance Imaging-Scan (MRI-Scan),
4. Pemberian ganciclovir (GCV) secara intra- venous (infus) sesuai dosis,
5. Perlakuan dengan penyinaran (radiasi) berenergi tinggi. Penyinaran dilakukan ke bagian yang telah pulih, dua atau tiga minggu setelah pembedahan. Kemudian setiap dua bulan, tumor otak pasien dipantau dengan MRI-Scan dan setelah satu tahun diharapkan terapi gen tersebut memberikan hasil yang positif.
Berdasarkan data dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Dr. Klatzmann di Department of Immunology, Hopital Pitie-Salpetriere, Paris, Perancis, yang dipublikasikan dalam Hum Gene Ther Volume 9 tahun 1998, terapi gen yang dilakukan terhadap 12 pasien, di mana nilai tengah waktu bertahan hidup dari semua pasien mencapai 206 hari, dengan 25 persen dari pasien mampu bertahan hidup lebih dari 12 bulan. Pada bulan ke-4 setelah terapi gen, 4 dari 12 pasien tidak memperlihatkan adanya tumor otak, nilai tengah waktu bertahan hidup 4 pasien tersebut adalah 528 hari. Satu pasien dari 12 pasien tersebut tidak terdeteksi tumor otaknya dan dinyatakan bebas dari tumor otak 2,8 tahun setelah menjalani terapi gen tersebut.
Mekanisme biokimia dan penggunaan teknik-teknik DNA rekombinan di balik suksesnya terapi gen in situ (langsung ke sel tumor) untuk mematikan glioblastoma multiform adalah dengan pengantaran "gen pembunuh" (gen HSV-tk) yang selektif ke sel-sel tumor. Pengantaran “gen pembunuh” ini, memerlukan pembawa (vector) Vektor yang sering digunakan dalam terapi gen adalah suatu retrovirus.
Retrovirus adalah virus berselubung yang genomnya berupa RNA untai tunggal sepanjang lebih kurang 10 kilobasa. Di dalam vektor retrovirus yang akan digunakan untuk membawa gen HSV-tk ke dalam sel tumor, beberapa "gen non-esensial", seperti gag, pol, dan env, yang secara langsung mengode protein-protein capsid, enzim-enzim untuk replikasi serta protein-protein pada selubung, digantikan oleh gen HSV-tk. Dengan demikian, dihasilkan suatu vektor retroviral rekombinan yang membawa gen HSV-tk. Vektor retroviral rekombinan biasanya diproduksi di dalam sel-sel penghasil vektor (vector producer cells/VPC) yang diisolasi dari fibroblast tikus.
VPC berisi gen HSV-tk yang mengode suatu "prodruk" (HSV-tk) kemudian dimasukkan ke dalam sel tumor dengan cara disuntikkan atau dapat juga melalui implantasi menggunakan tuntunan suatu instrumen yang disebut Magnetic Resonance Imaging-Guided Stereotactic Implantation. Gen HSV-tk yang telah berhasil masuk ke dalam sel tumor selanjutnya terekspresi dan menghasilkan HSV-tk (suatu enzim virus yang berperan sebagai katalisator reaksi fosforilasi). HSV-tk di dalam sel tumor berubah sensitivitasnya terhadap "drug" ganciclovir (GCV) yang dimasukkan secara intra-venous (infus) ke dalam tubuh pasien.
GCV-P selanjutnya diubah oleh enzim kinase dalam sel menjadi ganciclovir trifosfat (GCV-PPP), suatu inhibitor poten terhadap enzim DNA polimerase dan menyebabkan kematian sel tumor. Kematian sel tumor terjadi karena DNA polimerase yang memiliki fungsi vital pada proses replikasi DNA di dalam sel tumor terhambat (terinhibisi) oleh GCV-PPP.
Retrovirus menginfeksi hanya sel-sel yang sedang membelah, yaitu sel-sel tumor, tetapi tidak menginfeksi sel-sel otak terdiferensiasi normal. Selanjutnya, suatu mekanisme yang disebut gap junction terjadi di dalam sel-sel tumor, di mana GCV-PPP berdifusi dari sel-sel tumor terinfeksi ke sel-sel tumor tetangga yang belum terinfeksi dan mematikan sel-sel tumor tetangga tersebut. Efek mematikan ini dikenal sebagai Bystander Effect. Proses tersebut berlangsung secara terus-menerus sampai semua sel-sel tumor mati.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Dr. Klatzmann di Department of Immunology, Hopital Pitie-Salpetriere, Paris, Perancis, dapat disimpulkan bahwa pengobatan tumor otak melalui terapi gen dengan memanfaatkan gen HSV-tk dari virus herpes untuk mematikan glioblastoma multiform memberikan hasil yang memuaskan, sehingga dapat diterapkan sebagai pembunuh tumor otak.
Jumat, 13 Maret 2009
Fertilisasi Dan Embrio Transfer
Fertilisasi pada hewan
- Fertilisasi eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik): gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi.
- Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat): sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur.
IN VITRO FERTILISASI
In vitro fertilisasi adalah proses pembuahan sel telur oleh spermatozoa diluar tubuh pada lingkungan yang terkontrol. Hewan betina terlebih dulu ditingkatkan kesuburannya dengan melakukan pemberian obat/hormon/nutrisi sebagai stimulasi untuk memproduksi sel telur dengan kualitas yang bagus serta dalam jumlah banyak (menggunakan teknologi
EMBRIO TRANSFER
Teknologi ini mulai diintroduksi di
Program TE adalah serangkaian proses yang berawal dari penyediaan embrio unggul suatu ternak sampai dengan mendeposisikan embrio tersebut pada uterus. Koleksi dan penempatan embrio pada saluran organ reproduksi betina (kornua uteri) dapat dilakukan dengan tanpa operasi/non surgical ataupun dengan operasi/ surgical. Pada umumnya pelaksanaan transfer embrio tanpa operasi dilakukan pada hewan-hewan besar (sapi, kerbau) sebaliknya transfer embrio pada hewan-hewan kecil (kambing, domba, kelinci) dilakukan dengan operasi.
Untuk memperoleh embrio dapat dipenuhi embrio dari hasil IVF ataupun dari embrio yang berasal dari hewan betina donor. Hewan betina donor merupakan hewan betina unggul/terseleksi terhadap sifat-sifat (produksi) yang dikehendaki dan telah dikawinkan baik secara alam atupun inseminasi buatan dengan pejantan yang unggul pula, sehingga akan dapat dipanen embrio yang juga mempunyai sifat-sifat unggul. Kemudian embrio-embrio yang diperoleh ditransfer ke hewan betina resipien. Hewan betina resipien adalah hewan betina yang harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menerima embrio dari hewan donor serta mampu sebagai tempat berkembang- nya embrio tersebut sampai menjadi foetus dan melahirkan individu baru
Referensi
DNA Rekombinan
Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita telah mengenal beraneka ragam mahluk hidup. Beragamnya mahluk hidup memberikan kemungkinan bagi manusia untuk memanfaatkansesuai dengan yang dibutuhkannya.
Perkembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu tentang pewarisan sifat (Ilmu Genetika) yang dipelopori oleh Gregor Mendel telah mendorong manusia untuk membuat kombinasi baru dari sifat-sifat yang diinginkan. Upaya untuk mendapatkan kombinasi baru dari sifat yang diinginkan dilakukan dengan membuat persilangan-persilangan (breeding) antar berbagai tanaman maupun hewan. Persilangan tersebut menghasilkan organisme hibrid. Tanaman maupun hewan hibrida mempunyai genom yang berbeda dengan genom tetuanya. Jadi, persilangan (breeding) merupakan salah satu cara untuk merubah genom suatu organisme.
Dengan telah ditemukannya DNA sebagai bahan gen, manusiapun berupaya untuk mendapatkan kombinasi sifat-sifat baru suatu mahluk hidup dengan cara melakukan perubahan langsung pada DNA genomnya. Usaha untuk mengubah DNA genom secara langsung ini disebut dengan istilah Rekayasa Genetika atau Genetic Engineering. Dalam upaya melakukan rekayasa genetika, manusia menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Teknologi DNA rekombinan telah mungkinkan bagi kita untuk mengisolasi DNA dari berbagai organisme, menggabungkan DNA yang berasal dari organisme yang berbeda sehingga terbentuk DNA rekombinan, memasukkan DNA rekombinan ke dalam sel organisme prokariot maupun eukariot hingga DNA rekombinan dapat bereplikasi dan bahkan dapat diekspresikan. Jadi, Teknologi DNA Rekombinan merupakan penyambungan semula kumpulan DNA dengan sekumpulan teknik atau metoda yang digunakan untuk mengkombinasikan gen-gen di dalam tabung reaksi. Teknik-teknik tersebut meliputi:
- Teknik untuk mengisolasi DNA.
- Teknik untuk memotong DNA.
- Teknik untuk menggabung atau menyambung DNA.
- Teknik untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup.
Teknologi DNA Rekombinan telah memberikan banyak manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun bagi kehidupam manusia sehari-hari. Beberapa jenis obat-obatan, vaksin, bahan pangan, bahan pakaian dan lainnya telah diproduksi dengan memanfaatkan teknologi DNA Rekombinan.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, secara langsung maupun tidak langsung, kita pernah berhubungan dengan hasil penggunaan teknologi DNA Rekombinan. Contoh: Hormon Insulin yang telah digunakan untuk mengobati penyakit diabetes. Penyakit diabetes pada manusia diobati dengan insulin manusia. Saat ini insulin manusia telah berhasil diproduksi secara masal dengan menggunakan bakteri. Kemampuan bakteri untuk memproduksi insulin manusia ini adalah karena manusia telah berhasil memasukkan dan mengintegrasikan gen yang menyandikan insulin manusia kedalam genom bakteri.
Transfer DNA atau perpindahan DNA ke dalam bakteri dapat melalui tiga cara yaitu :
1. Konjugasi, merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke dalam sel bakteri lainnya (sel resipien) melalui kontak fisik antara kedua sel.
2. Transformasi merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan di sekelilingnya.
3. Transduksi adalah cara pemindahan DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya melalui perantaraan fage.
DNA yang masuk ke dalam sel bakteri selanjutnya dapat ber-integrasi dengan DNA atau kromosom bakteri sehingga terbentuk kromosom rekombinan. Perangkat yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah perangkat-perangkat yang ada pada bakteri. Perangkat tersebut antara lain adalah: Enzim restriksi yang digunakan untuk memotong DNA, Enzim DNA ligase yang digunakan untuk menyambung DNA, PlasmidTransposon digunakan sebagai alat untuk melakukan mutagenesis dan untuk menyisipkan penanda, Pustaka Genom digunakan untuk menyimpan gen atau fragmen DNA yang telah diklonkan, Enzim traskripsi balikPelacak DNA / RNA digunakan untuk mendeteksi gen atau fragmen DNA yang diinginkan atau untuk mendeteksi klon yang benar.
Adapun teknik pelaksanaan DNA rekombinan adalah sebagai berikut Penghibridan (Hybridisation), langkah pertama yaitu penempatan DNA yang telah diambil ke membran nilon atau nitroselulosa kemudian dilakukan penambahan prob bertanda radioaktif yaitu enzim yang akan menghibrid kepada jujukan DNA yang diambil dan pengenalpastian DNA yang diminati pada DNA rekombinan/klon.pada saat penghibridan ini
Penjujukan ( Sequencing ), Yaitu penentuan jujukan nukleotida bagi fragmen DNA, DNA rekombinan yang dihasilkan, gen atau kromosom. ada 3 cara penjujukan nukleotida, yaitu :
- Penjujukan dengan cara degradasi kimia
- Penjujukan dengan enzim
- Penjujukan dengan cara automasi
PCR Yaitu penghasilan atau amplifikasi fragmen DNA sasaran secara berganda (eksponen)
Pencernaan DNA, Dalam hal ini terjadi penglibatan enzim penyekat dalam memotong DNA kepada fragmen yang tertentu. Pada saat ini, dilakukan pemotongan DNA dwiheliks dengan spesifik yang berfungsi untuk memusnahkan DNA asing yang masuk dalam bakteri.
Pengklonan Prosesnya yaitu pemotongan vektor dan fragmen DNA yang mengandung gen yang diinginkan dengan enzim penyekat, penyambungan vektor dan fragmen DNA yang mengandung gen yang diingini bagi membentuk DNA rekombinan (DNA ligase), memasukkan ke dalam pembawa yang akan mereplikasi DNA rekombinan (transformasi) dan mengenal klon yang membawa DNA rekombinan (hibridisasi/pencernaan dengan enzim penyekat).
Penginjeksian ke dalam tubuh.
Teknologi DNA rekombinan berdasarkan pada mekanisme yang terdapat pada bakteri. Hasil Percobaan Lederberg dan Tatum (1946) menunjukkan bahwa bakteri mempunyai mekanisme seksual. Mekanisme seksual pada bakteri ini menyebabkan terbentuknya kombinasi gen-gen yang berasal dari dua sel yang berbeda. Mekanisme seksual pada bakteri ini merupakan pertukaran DNA atau gen dari satu sel ke sel lainnya. Jadi mekanisme seksual pada bakteri ini tidak bersifat reproduktif (tidak menghasilkan anak atau zuriat). Berdasarkan mekanisme bakteri, perangkat bakteri, dan beberapa teknik diatas, DNA rekombinan dapat dibuat paling tidak melalui tiga pendekatan, yaitu:
1. Mengestraksi DNA total suatu organisme, memotong DNA total menjadi fragmen-fragmen, memilih fragmen yang dikendaki, mengklonkan fragmen yang telah terpilih,
2. Mengestraksi DNA total suatu organisme, memotong DNA total menjadi fragmen-fragmen, mengklonkan semua fragmen DNA pada vektor yang sesuai, menguji setiap klon untuk mendapatkan gen yang diinginkan,
3. Sintesis gen atau fragmen DNA yang diinginkan secara langsung dan mengklonkan gen atau fragmen DNA hasil sintesis.
Dalam bidang peternakan, DNA dari seekor sapi, dipindahkan ke E. colli, dikembangkan dan diperolehlah suatu zat tertentu yang jumlahnya banyak atas arahan instruksi genetic dari dna. Dimana DNA ini dapat dimodifikasi secara kimiawi untuk menghasilkan hanya satu zat saja, seperti hormon pertumbuhan oleh karena itu hormon alamiah dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar dengan menggunakan bakteri sabagai pembuatnya. Hormon yang dihasilkan dengan cara ini kemudian dapat disuntikkan kembali kepada tubuh sapi untuk meningkatkan produksi jauh melampaui kemampuan yang dapat dicapai melalui cara dan kondisi normal. Penerapan yang berhasil dalam teknik ini telah meningkatkan produksi susu sapi perah dan pertambahan berat badan pada sapi potong, sehingga keuntungan yang diperoleh akan meningkatm karena produksi yang dihasilkan meningkat.
Blakely, James, David H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan.
Tjahjoleksono, Aris. 2007. DNA Rekombinan. http://www.ipb.ac.id
Peningkatan Efisiensi Pakan Broiler Dengan Menggunakan Feed Additive Organik

Broiler perlakuan yang diberikan feed additive berupa mineral, protein, lemak nabati, vitamin dan hormon organik auksin, sitokinin, dan giberelin serta Asam organik humat dan vulvat, menunjukkan efisiensi pakan yang lebih tinggi. Dibawah ini terlihat performans produksi yang menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan.
Lain halnya dengan pertambahan berat badan yang dihasilkan pertambahan berat badan broiler yang diberikan perlakuan feed additive POC NASA® baik pada periode pertama ataupun kedua menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diberikan perlakuan, yaitu antara 250-270 gram/ekor atau 20,46-22,27%. Dengan demikian, terlihat bahwa broiler yang diberkan perlakuan feed additive POC NASA® lebih efisien jika dibandingkan dengan broiler yang tidak diberikan perlakuan.
Broiler yang diberikan feed additive POC NASA® memperlihatkan efisiesi yang lebih tinggi daripada broiler yang tidak diberikan perlakuan feed additive POC NASA®. Pada broiler yang diberikan perlakuan feed additive POC NASA® menunjukkan efisiensi pakan yaitu 70,14-70,58%, sedangkan pada broiler yang tidak diberikan perlakuan menghasilkan efisiensi pakan sebesar 59,83-60,56%.
Feed additive yang diberikan mengandung mineral makro dan mineral mikro, protein, lemak nabati, vitamin, serta hormon organik auksin, sitokinin dan giberelin, dan asam organik humat dan asam organik vulvat. Semua unsur yang terkandung dalam feed additive tersebut akan membantu dalam proses metabolisme zat makanan sehingga dapat meningkatkan efesiensi ransum.
Ada sebanyak 13 unsur mineral penting untuk kehidupan ternak unggas, dengan klasisifikasi mineral tersebut sebagai mineral makro ( Ca, P, Mg, Na, K dan Cl) dan sebagai mineral mikro ( Mn, Zn, Fe, Cu, I, Mo dan Se) yang berada dalam bentuk ion dan kation ( Rizal, 2006). Semua mineral tersebut terkandung dalam feed additive yang diberikan pada ayam perlakuan, dengan demikian banyak terjadi hubungan-hubungan yang penting antara sesamanya, seperti yang dikatakan oleh Wahyu (1997) banyak terjadi hubungan yang penting antara bermacam-macam unsur anorganik, antara unsur-unsur organik, antara unsur-unsur ini dengan vitamin-vitamin, asam amino, dan zat zat makanan lainnya sehingga terjadi peningkatan efesiensi makanan.
Banyak terjadi hubungan-hubungan yang diciptakan mineral yang saling mempengaruhi satu sama lain seperti hubungan antara kalsium dengan fosfor, kalsium dengan vitamin D3, kalium dengan natrium, magnesium dengan kalsium dan fosfor, sulfur terhadap asam amino, kuprum dengan zat besi, iodium dengan enzim tiroksin, zinc dengan enzim thimidin kinase, selenium dengan vitamin E, flour dengan asimilasi fosfor, vanadium dengan reaksi enzimatik dan katalistik, molibdenum dengan enzim yang berperan dalam penggunaan purin dan nitrat, dan khrom dengan metabolisme glukosa.
Hubungan-hubungan yang diciptakan tersebut berpengaruh terhadap reaksi enzimatis, metabolisme karbohidrat, pembentukan sel darah merah, konsentrasi air dalam tubuh yang berfungsi dalam distribusi nutrisi, reaksi asam amino, serta reaksi enzimatik dan katalistik yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap peningkatan efisiensi pakan dan pertambahan berat badan.
Menurut Taji dan Lakshmanan (2008), zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang secara umum berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ.
Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen, mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Level zat pengatur tumbuh endogen ini kemudian merupakan trigerring factor untuk proses-proses yang tumbuh dan morfogenesis.
Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan melalui dua cara :
1. Menginduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel menyebabkan K+ diambil dan pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel.
2. Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme protein, mungkin melalui transkripsi molekul RNA.
Golongan sitokinin adalah turunan dari adenine. Golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel. Seperti juga auksin, sitokinin ada yang alamiah dan sintetis. Sitokinin yang pertama ditemukan, adalah kinetin yang diisolasi oleh. Skoog dalam laboratorium Botany di University of Wisconsin. Kinetin diperoleh dari DNA ikan Herring yang diautoklaf dalam larutan yang asam. Persenyawaan dari DNA tersebut merangsang pembelahan sel dan differensiasi sel. Fungsi sitokinin adalah memacu terjadinya pembelahan sel.
Beberapa zat mineral merupakan bagian essensial ransum hewan, tumbuh-tumbuhan atau mikroorganisme. Zat-zat mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar digunakan untuk sintesis jaringan struktural, sedangkan zat-zat mineral yang diperlukan dalam jumlah sedikit umumnya berfungsi sebagai aktifator enzim (Toelihere, 1985). Anggorodi (1984) mengatakan agar tubuh ternak dapat berfungsi dengan sempurna, maka sebagai tambahan terhadap protein, lemak dan karbohidrat, diperlukan pula zat-zat mineral dalam jumlah lebih sedikit untuk mencegah penyakit-penyakit defisiensi, sehingga broiler tidak mudah terserang penyakit. Mineral juga mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap penyakit, sehingga daya hidup ternak meningkat.
Pada pemeliharaan broiler yang diberikan perlakuan feed additive POC NASA® pada periode pertama dan kedua menunjukkan daya hidup 100%. Sedangkan broiler yang tidak diberikan perlakuan daya hidupnya yaitu 88-96%. Perbedaan daya hidup ini menunjukkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah pada broiler yang diberikan perlakuan feed additive POC NASA®